Follow WhatsApp Channel Haijakarta.id
Follow

Parkir bagi Jakarta adalah salah satu sektor pelayanan yang harus dikelola secara untuk keberadaan kota itu sendiri serta warganya. Keberadaan parkir bagi satu kota memiliki tiga fungsi di dalam penerapannya, yakni:

  1. Subsistem Transportasi,
  2. Pelayanan Publik, dan
  3. Sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD).

Manajemen Parkir yang baik bisa menjadi alat bantu memecahkan masalah transportasi kota. Peran ini adalah parkir sebagai bagian atau subsistem transportasi.

Salah satu masalah transportasi di kota Jakarta adalah kemacetan akibat tingginya penggunaan kendaraan bermotor pribadi baik mobil atau pun motor pribadi.

Melalui kebijakan parkir dibuat manajemen parkir parkir yang mengendalikan penggunaan kendaraan bermotor pribadi untuk memecahkan masalah kemacetan di kota Jakarta.

Parkir adalah juga pelayanan publik. Pemerintah berkewajiban menyediakan pelayanan publik yang baik. Berarti pemerintah atau pengelola kita wajib menyediakan manajemen parkir yang baik.

Kota yang memiliki manajemen parkir yang baik berarti pengelola kota memberikan pelayanan publik yang nyaman, aman dan akses bagi warganya.

Jika parkir dikelola baik maka akan membangun pelayanan publik jalan raya yang dapat memecahkan kemacetan dan mencegah kecelakaan lalu lintas. Selanjutnya adalah fungsi parkir sebagai sumber PAD.

Bagi kota Jakarta, parkir bisa memberikan pendapatan besar dari bisnis pengelolaan parkir kota. Pendapatan parkir Jakarta berasal dari Restribusi Parkir dan Pajak Parkir ini memiliki potensi cukup signifikan bagi PAD.

Bocornya Pendapatan Parkir Jakarta

Pendapatan besar parkir sering alami kebocoran. Potensi pendapatan tidak dapat dicapai karena sering menjadi sumber korupsi.

Bocornya pendapatan parkir bisa berupa manipulasi pendapatan pajak parkir serta premanisme Restribusi Parkir Liar oleh banyak oknum. Pengelola parkir tidak mau menyelesaikan masalah kebocoran pendapatan parkir.

Justru yang dilakukan pengelola adalah memperkecil potensi pendapatan parkir, baik Restribusi atau pun Pajak Parkir. Tetapi jika manajemen parkir baik dan dijalankan secara baik akan membantu menyelesaikan masalah transportasi kota dan memberikan sumber pendapatan asli daerah buku besar setidaknya Rp 1 Trilyun per tahun.

Sebagaimana dijelaskan di atas bahwa pendapatan parkir di Jakarta bisa didapat dari Restribusi Parkir dan Pajak Parkir (Jasa Parkir). Restribusi Parkir adalah pungutan biaya parkir yang dikelola oleh UP Perparkiran Jakarta atas parkir di badan jalan atau di taman parkir.

Pajak Parkir adalah pungutan yang dilakukan oleh Dinas Pendapatan Parkir Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jakarta dari pendapatan operator parkir swasta dalam taman atau gedung parkir.

Khusus Pajak Parkir semenjak tahun 2024, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menetapkan tarif pajak parkir sebesar 10% dari total pendapatan bruto yang diperoleh pengelola parkir pihak swasta atau 10% tarif parkir yang dibayarkan konsumen.

Dalam laporan Konferensi pers Gubernur Jakarta tentang laporan pencapaian APBD Jakarta 2025 hingga bulan Juli 2025 dilaporkan bahwa ada 14 jenis pajak daerah dengan target pendapatan sebesar Rp 40 Trilyun.

Target pencapaian pajak daerah 2025 jauh dibawah target tahun 2024. Pencapaian pajak daerah tahun 2025 adalah sebesar Rp 44, 46 Trilyun. Pendapatan dari Jasa Parkir (Pajak Parkir) untuk tahun 2025 ini ditargetkan sebesar Rp 300 Milyar dan menjadi urutan ke 14 dalam target. Dalam laporan itu dicatat hingga bulan Juli pencapaiannya baru Rp 183,5 Milyar atau sebesar 61,17% dari target.

Mari kita coba bandingkan target pendapatan Pajak Parkir atau Jasa Parkir 2025 dengan tahun sebelumnya. Apakah realistis besarannya jika dibandingkan dengan catatan pendapatan Jasa Parkir tahun sebelumnya?

Berdasarkan Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Jakarta tahun 2023, realisasi pajak parkir mencapai 106,07% atau sebesar Rp477 miliar.

Jumlah tersebut meningkat 15% dari realisasi tahun 2022. Meskipun demikian, pajak parkir tidak memberikan kontribusi yang cukup besar dengan hanya menyumbang 1% dari seluruh penerimaan pajak daerah.

Jumlah tersebut belum mencerminkan potensi sesungguhnya yang dimiliki sektor perparkiran di DKI Jakarta. Mengapa belum mencerminkan potensi sesungguhnya? Apalagi dengan penetapan target pendapatan Pajak Parkir yang hanya Rp 300 Milyar di tahun 2025.

Meningkatkan Pencapaian Pajak Parkir Jakarta

Target pencapaian pajak parkir atau jasa parkir tahun 2025 menimbulkan pertanyaan. Mengapa targetnya hanya Rp 300 Milyar di bawah pencapaian 2023 sebesar Rp 447 Milyar? Pencapaian pajak daerah Jakarta sebesar Rp 44,46 Trilyun dan tahun 2025 targetnya turun menjadi hanya Rp 40 Trilyun? Jika Pemprov Jakarta mau, sebenarnya bisa mendapatkan target pendapatan pajak daerah 2025 lebih tinggi dari tahun 2024.

Penurunan target pajak daerah tahun 2015 ini harus dilakukan evaluasi terhadap kinerja pendapatan pajak daerah Jakarta agar pencapaiannya naik melebihi pencapaian tahun 2024. Secara logika sederhana seharusnya pencapaian kinerja itu harus meningkat dari tahun sebelumnya.

Peningkatan itu bisa dicapai dengan perbaikan kinerja di paruh tahun 2025 ini atau semester kedua 2025. Peningkatan itu dapat dilakukan dengan menutup atau menekan kebocoran pendapatan berupa menambah objek pajak atau kreatif mencari cara menutup kebocoran atau menghapus korupsi pendapatan pajak daerah.

Salah satunya adalah dengan menggenjot atau meningkatkan pendapatan pajak parkir melalui pengawasan pemungutan terhadap para operator parkir swasta. Seharusnya pajak parkir Jakarta bisa mendapatkan lebih tinggi lagi dari pencapaian tahun sebelumnya bukan malah turun di bawahnya.

Jakarta memiliki potensi pajak parkir yang jauh lebih besar dibandingkan realisasi yang ada akibat kebocoran. Perhitungan harus lebih tinggi itu didasari oleh beberapa faktor yang ada di lapangan, terutama volume kendaraan bermotor yang sangat besar.

Data Pemprov Jakarta, pada tahun 2024 menunjukan bahwa jumlah kendaraan bermotor di DKI Jakarta mencapai 24 juta unit, dengan jumlah sepeda motor sebanyak 19 juta unit dan mobil pribadi sejumlah 4 juta unit.

Jumlah tersebut menunjukan besarnya kebutuhan layanan parkir di DKI Jakarta. Berdasarkan fakta di lapangan juga, kita sebagai konsumen parkir setiap hari masih sulit mendapatkan parkir di dalam gedung yang dikelola oleh operator parkir swasta. Kesulitan mencari tempat di gedung dialami baik oleh pemilik sepeda motor dan mobil pribadi.

Jika kita menggunakan jumlah kendaraan sama seperti tahun 2024, 19 juta kendaraan dihitung ada 10% kendaraan parkir rata-rata 3 jam parkir per hari saja maka akan didapatkan Pajak Parkir tahun 2025 sebesar Rp 626,4 Milyar. Tarif parkir operator swasta motor Rp 2.000 per jam dan mobil Rp 5.000 per jam. Perhitungannya seperti ini:

Ada 10% mobil parkir, 400 unit X 3 jam X Rp 5.000 X 30 hari X 12 bulan X 10%= Rp 216 Milyar.
Ada 10% motor parkir, 1,9 juta unit X 3 X Rp 2.000 X 30 hari X 12 X 10%= Rp 410,4 Milyar.
Jadi total Potensi pendapatan Pajak Parkir tahun 2025 adalah sebesar, Rp 216 Milyar + Rp 410,4 Milyar = Rp 626,4 Milyar.

Jumlah kendaraan bermotor saat ini, September 2025 sudah bertambah. Pertumbuhan kendaraan bermotor di jakarta setiap tahun rata-rata sekitar 4%-5%.

Perhitungan potensi Pajak Parkir 2025 sebesar Rp 626,4 Milyar ini atau kebijakan memaksimalkan pendapatan pajak parkir bisa diwujudkan jika petugas pajak Pemprov Jakarta bisa bekerja baik dan kreatif.

Mendorong kinerja pengelolaan pajak parkir dapat dilakukan dengan membangun sistem pengawasan serta pengelolaan pendapatan parkir operator parkir swasta.

Besarnya potensi sangat mudah diperhitungkan dengan melakukan survey potensi pendapatan parkir operator parkir swasta melalui jumlah Satuan Ruas Parkir (SRP) mobil dan motor yang dimilikinya di Jakarta.

Data mudah saja didapat dan divalidasi melalui survey rutin dan pengawasan rutin petugas pajak terhadap pendapatan parkir operator swasta. Semoga pendapatan Pajak Parkir ini bisa diwujudkan atau dicapai apabila memang petugas pajak Pemprov Jakarta memiliki kemauan untuk itu.