Prediksi Lebaran Idul Fitri 2025 Menurut BMKG dan BRIN, Intip Tanggalnya

HAIJAKARTA.ID – Kementerian Agama akan menyelenggarakan Sidang Isbat untuk menentukan awal Syawal 1446 Hijriah pada Sabtu, 29 Maret 2025.
Sidang ini menjadi momen krusial dalam menentukan Hari Raya Lebaran Idul fitri 2025 bagi umat Islam di Indonesia.
Prosesi Sidang Isbat akan diawali dengan seminar posisi hilal pada sore hari, dilanjutkan dengan sidang tertutup, dan diakhiri dengan konferensi pers yang mengumumkan hasilnya.
Organisasi Islam PP Muhammadiyah telah lebih dahulu menetapkan Idulfitri jatuh pada Senin, 31 Maret 2025, berdasarkan metode hisab hakiki wujudul hilal. Menteri Agama Nasarudin Umar memperkirakan keputusan pemerintah tidak akan jauh berbeda, mengingat ketinggian hilal pada 30 Maret 2025 diperkirakan belum cukup tinggi untuk terlihat.
Prediksi Ilmiah Terkait Lebaran Idul Fitri 2025
Profesor Riset Astronomi dan Astrofisika BRIN, Thomas Djamaludin, juga memprediksi lebaran Idul fitri 2025 akan jatuh pada 31 Maret.
Ia menjelaskan bahwa posisi Bulan pada 29 Maret masih berada di bawah ufuk saat maghrib, sehingga tidak memenuhi kriteria kesepakatan Menteri Agama Brunei, Indonesia, Malaysia, dan Singapura (MABIMS) yang digunakan oleh pemerintah dan berbagai ormas Islam.
“Pada saat maghrib 29 Maret, posisi Bulan masih berada di bawah ufuk. Artinya, tidak memenuhi kriteria MABIMS dan tidak memenuhi kriteria Wujudul Hilal Muhammadiyah,” ujar Thomas.
BMKG juga mencatat bahwa pada 29 Maret, ketinggian hilal di Indonesia berkisar antara -3,29 derajat di Merauke, Papua, hingga -1,07 derajat di Sabang, Aceh.
Sementara itu, pada 30 Maret, ketinggian hilal meningkat menjadi 7,96 derajat hingga 11,48 derajat, memenuhi syarat penentuan bulan baru.
Kriteria Penentuan 1 Syawal
Penentuan awal bulan Syawal didasarkan pada beberapa kriteria yang telah disepakati, yaitu:
1. Metode Rukyat dan Hisab
Pemerintah menggunakan metode rukyatul hilal (pengamatan hilal) dan hisab (perhitungan astronomi) untuk menentukan masuknya 1 Syawal.
2. Kriteria MABIMS
Berdasarkan kesepakatan Menteri Agama Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, dan Singapura (MABIMS), hilal dianggap terlihat jika memiliki ketinggian minimal 3 derajat dan elongasi minimal 6,4 derajat.
3. Wujudul Hilal
Muhammadiyah menggunakan metode wujudul hilal, yaitu jika bulan sudah berada di atas ufuk saat Matahari terbenam, maka bulan baru dianggap telah dimulai.
4. Data Astronomis BMKG dan BRIN
BMKG dan BRIN memberikan data ilmiah terkait posisi hilal dan elongasi untuk memastikan hasil pengamatan lebih akurat.