Puluhan Anak Gagal Diterima di SMAN 3 Tangsel Jalur Domisili, Warga Protes
HAIJAKARTA.ID – Kekecewaan dirasakan sejumlah orang tua di kawasan Pamulang, Tangerang Selatan (Tangsel), setelah anak gagal diterima di SMAN 3 Tangsel jalur domisili meski rumah mereka sangat dekat dengan sekolah tersebut.
Kelompok warga yang menamakan diri mereka “Wong Pitu” yakni merujuk pada RW 10 hingga RW 16 menyebut bahwa proses seleksi penerimaan tahun ini tidak berpihak pada lingkungan terdekat sekolah.
Puluhan Anak Gagal Diterima di SMAN 3 Tangsel Jalur Domisili
Menurut Mujianto, Ketua RW 10, dari 64 calon siswa yang mendaftar dari wilayah sekitar, hanya 16 orang yang diterima di SMA Negeri 3 Tangsel.
Padahal, sebagian besar anak-anak tersebut memiliki nilai yang cukup tinggi.
“Mayoritas anak-anak kami memiliki nilai rata-rata di atas 87. Tapi karena sistem seleksi berdasarkan nilai sangat ketat, banyak yang gagal masuk hanya karena selisih angka,” ujar Mujianto saat ditemui Rabu (2/7/2025).
Nilai Jadi Penentu, Jarak Rumah Tak Lagi Prioritas
arga lain yang juga bagian dari Wong Pitu, Fauzia, merasa sistem SPMB jalur domisili tahun ini tidak sesuai dengan ekspektasi.
Anaknya, yang tinggal hanya sekitar 55 meter dari sekolah, juga tidak diterima.
“Rumah saya hanya berjarak beberapa rumah dari sekolah. Tapi nilai anak saya rata-ratanya 88, dan itu dianggap belum cukup,” kata Fauzia.
Ia menambahkan, informasi terkait perubahan sistem seleksi jalur domisili sangat minim.
Menurutnya, warga baru mengetahui bahwa nilai rapor menjadi kriteria utama justru setelah pengumuman seleksi.
“Awalnya saya pikir jalur domisili hanya mempertimbangkan jarak, ternyata malah nilai yang jadi penentu. Kami sama sekali tidak mendapat sosialisasi soal perubahan ini,” jelas Fauzia.
Warga Minta Evaluasi Sistem Penerimaan Jalur Domisili
Mujianto berharap pemerintah maupun pihak sekolah melakukan evaluasi terhadap kebijakan penerimaan murid baru.
Menurutnya, semestinya anak-anak yang tinggal dekat sekolah diberikan prioritas, apalagi jika nilai akademik mereka tidak jauh berbeda dari yang diterima.
“Sekolah seharusnya bisa lebih bijak dalam memprioritaskan anak-anak lingkungan sendiri. Mereka juga berprestasi, hanya saja kalah tipis secara angka,” ungkapnya.