Siapa Saja yang Berhak Menerima Daging Kurban? Ini Penjelasan Sesuai Syariat Islam!

HAIJAKARTA.ID- Siapa saja yang berhak menerima daging kurban? Berikut ini penjelasan sesuai syariat Islam!
Saat Hari Raya Idul Adha tiba, suasana penuh suka cita terasa di seluruh penjuru negeri.
Aroma daging kurban yang segar menyeruak dari dapur-dapur rumah, menyatu dengan semangat kebersamaan dan syukur dari umat Islam.
Namun, di balik kemeriahan itu, ada satu hal penting yang tak boleh luput dari perhatian: kepada siapa sebenarnya daging kurban seharusnya dibagikan?
Penting untuk diingat bahwa ibadah kurban bukan sekadar menyembelih hewan ternak, lalu membagikan dagingnya secara asal-asalan, Kurban adalah bentuk ibadah yang memiliki dimensi spiritual sekaligus sosial.
Maka dari itu, penting bagi kita untuk mengetahui siapa saja yang secara syariat Islam berhak menerima daging kurban, agar amanah ini bisa tersampaikan dengan benar, penuh manfaat, dan mendatangkan keberkahan.
Kenapa Kita Harus Tahu Siapa yang Layak Menerima Daging Kurban?
Banyak orang masih menganggap bahwa daging kurban boleh dibagikan kepada siapa pun tanpa pertimbangan lebih lanjut. Padahal, dalam ajaran Islam, pembagian daging kurban memiliki aturan dan tujuan mulia.
Saat hewan kurban disembelih, itu merupakan bentuk kepatuhan dan ketakwaan kepada Allah.
Namun saat dagingnya dibagikan, itu adalah bentuk nyata dari menyebarkan kebaikan dan kepedulian terhadap sesama.
Dengan memahami siapa yang berhak menerima, kita bisa memastikan bahwa nilai sosial dan spiritual kurban benar-benar tercapai.
Daging tidak hanya menjadi santapan lezat, tapi juga jembatan kasih sayang yang menyentuh hati mereka yang membutuhkan.
Selain itu, pemahaman yang baik juga membantu menghindarkan kita dari kesalahan dalam pembagian.
Bayangkan jika daging malah diberikan kepada orang yang berkecukupan, sementara di sudut lain ada keluarga yang tak tahu harus makan apa hari itu. Tentu ini sangat disayangkan, bukan?
Siapa Saja yang Berhak Menerima Daging Kurban Menurut Syariat Islam?
Berikut adalah beberapa kelompok yang secara syariat diutamakan untuk menerima daging kurban. Mari kita pahami dengan cermat:
1. Kaum Fakir dan Miskin
Golongan ini menempati posisi paling utama dalam hal penerimaan daging kurban.
Fakir adalah mereka yang benar-benar kekurangan dan bahkan tidak memiliki cukup untuk kebutuhan pokok harian.
Miskin juga hidup dalam keterbatasan, namun tidak separah fakir. Memberikan daging kepada mereka adalah bentuk solidaritas yang paling nyata.
Kurban menjadi momen berbagi yang memberi mereka kesempatan untuk menikmati hidangan bergizi, yang mungkin jarang mereka nikmati di hari biasa.
2. Shohibul Kurban (Orang yang Berkurban)
Mungkin banyak yang belum tahu bahwa orang yang berkurban juga diperbolehkan mengambil sebagian dari hewan kurbannya.
Sesuai anjuran syariat, shohibul kurban boleh mengambil sepertiga bagian dari daging untuk dikonsumsi sendiri dan keluarganya.
Namun, ini harus dilakukan dengan penuh kesadaran bahwa ibadah ini bertujuan untuk berbagi.
Jangan sampai porsi untuk diri sendiri lebih besar dibandingkan bagian yang diberikan kepada yang membutuhkan.
3. Kerabat, Tetangga, dan Teman
Momen Idul Adha adalah waktu yang tepat untuk mempererat tali silaturahmi. Oleh karena itu, daging kurban juga boleh diberikan kepada kerabat, tetangga, dan teman, baik yang miskin maupun yang cukup mampu.
Walaupun mereka mungkin tidak terlalu membutuhkan, namun pemberian ini adalah bentuk kasih sayang dan ajang memperkuat hubungan sosial.
Siapa tahu, sepotong daging yang diberikan dengan tulus bisa memperbaiki hubungan yang sempat renggang.
4. Musafir yang Kehabisan Bekal
Islam sangat memperhatikan keadaan setiap individu. Orang yang sedang dalam perjalanan jauh dan mengalami kehabisan bekal termasuk dalam golongan yang berhak menerima daging kurban.
Meskipun ia tergolong mampu di tempat asalnya, kondisi musafir membuatnya layak dibantu.
5. Orang yang Meminta-minta (Pengemis)
Selama mereka memang benar-benar dalam kondisi membutuhkan, maka mereka berhak menerima daging kurban.
Namun, penting bagi kita untuk tetap bijaksana dalam menilai. Lakukan dengan kepekaan hati dan pertimbangan yang baik agar tepat sasaran.
6. Amil atau Panitia Kurban
Sebagian ulama berpendapat bahwa panitia atau petugas yang mengurusi penyembelihan kurban juga boleh mendapatkan daging, selama mereka tidak dibayar atau digaji untuk pekerjaan tersebut.
Pemberian ini bukan sebagai upah, melainkan sebagai bentuk penghargaan atas usaha mereka dalam membantu terlaksananya ibadah kurban dengan lancar.
Panduan dan Batasan dalam Pembagian Daging Kurban
Agar pembagian daging kurban tidak melenceng dari aturan syariat, berikut adalah beberapa hal penting yang perlu diperhatikan:
1. Proporsi Pembagian yang Disarankan
Umumnya, daging kurban dibagi menjadi tiga bagian:
- Sepertiga untuk shohibul kurban dan keluarganya
- Sepertiga untuk fakir miskin
- Sepertiga untuk hadiah kepada kerabat, tetangga, atau teman
Dengan skema ini, manfaat daging kurban tersebar secara adil dan merata, serta menjangkau aspek spiritual, sosial, dan kekeluargaan.
2. Tidak Boleh Diperjualbelikan
Sangat ditekankan bahwa bagian dari hewan kurban tidak boleh diperjualbelikan.
Termasuk daging, kulit, atau bagian lainnya. Semua itu adalah bentuk ibadah, sehingga menjualnya untuk keuntungan pribadi bisa mengurangi bahkan membatalkan nilai ibadah tersebut.
3. Boleh Diberikan kepada Non-Muslim
Meski kurban adalah ibadah umat Islam, dalam konteks sosial dan kemanusiaan, beberapa ulama membolehkan daging kurban diberikan kepada tetangga non-Muslim, terutama dalam rangka mempererat hubungan antarumat beragama.
Tentu saja, hal ini tetap perlu melihat situasi dan norma di masyarakat setempat agar tidak menimbulkan kesalahpahaman.
4. Utamakan yang Membutuhkan
Silaturahmi memang penting, tetapi prioritas utama dalam pembagian tetaplah untuk mereka yang benar-benar kesulitan secara ekonomi.
Jangan sampai niat ibadah berubah menjadi ajang pamer atau sekadar formalitas.
5. Perbedaan antara Kurban Wajib dan Sunnah
Jika kurban dilakukan karena nadzar (janji kepada Allah), maka shohibul kurban tidak boleh mengambil bagian sedikit pun dari hewan kurban tersebut.
Berbeda dengan kurban sunnah yang membolehkan pemiliknya mengambil sebagian.
Membagikan daging kurban tampak seperti hal sederhana, namun ternyata menyimpan tanggung jawab besar.
Ketepatan dalam pembagian bukan hanya memperkuat nilai sosial, tetapi juga memastikan bahwa ibadah kurban diterima dengan sah dan penuh keberkahan.