Tarif Transjakarta Diprediksi Naik Imbas Pemotongan DBH, 2 Dekade Tak berubah
HAIJAKARTA.ID – Meski subsidi transportasi tengah dievaluasi akibat pemangkasan dana dari pemerintah pusat, pihak Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta menegaskan bahwa tarif MRT dan LRT tetap stabil.
Namun hal ini diprediksi tidak berlaku untuk tarif Transjakarta.
Berdasarkan kajian terbaru, tarif Transjakarta diprediksi naik karena harga yang berlaku saat ini sudah tidak seimbang dengan biaya operasional yang terus meningkat.
Evaluasi Subsidi Transportasi di Jakarta
Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta, Syafrin Liputo, dalam acara Media Fellowship Program MRT Jakarta 2025 menuturkan bahwa tarif MRT dan LRT akan tetap sama.
“Kami memastikan tarif kedua moda tersebut tidak mengalami kenaikan,” ujarnya dalam acara tersebut, Kamis (9/10/2025).
Syafrin menjelaskan bahwa berdasarkan hasil kajian willingness to pay (kesediaan membayar) dan ability to pay (kemampuan membayar), tarif saat ini masih sesuai dengan kondisi ekonomi masyarakat.
Ia menyebut tarif keekonomian MRT seharusnya mencapai Rp13.000 per penumpang, namun masyarakat hanya membayar Rp7.000 berkat subsidi rata-rata Rp6.000 per orang.
Transjakarta Berpotensi Naik Tarif Setelah 20 Tahun
Kabar baik tersebut tampaknya belum berlaku untuk Transjakarta.
Menurut Syafrin, tarif Transjakarta diprediksi naik karena selama dua dekade tidak mengalami perubahan sejak 2005, yakni Rp3.500 per perjalanan.
“Padahal dalam 20 tahun terakhir, UMP meningkat enam kali lipat dan inflasi mencapai 186,7 persen,” jelasnya.
Ia menambahkan bahwa tingkat cost recovery Transjakarta anjlok drastis dari 34 persen pada 2015 menjadi hanya 14 persen di tahun ini.
Artinya, biaya operasional yang dapat ditutup dari pendapatan tarif penumpang semakin kecil dan sangat bergantung pada subsidi pemerintah.
Strategi Pendapatan Non-Tarif dan Efisiensi Subsidi
Direktur Utama PT MRT Jakarta, Tuhiyat, turut membeberkan bahwa tarif keekonomian MRT untuk rute Bundaran HI–Lebak Bulus seharusnya mencapai Rp32.000.
Namun, masyarakat hanya membayar Rp14.000, dengan selisih Rp18.000 ditanggung melalui subsidi public service obligation (PSO).
Untuk menjaga keberlanjutan operasional, Tuhiyat mengatakan bahwa perusahaan mengembangkan sumber pendapatan non-tarif, seperti hak penamaan (naming rights), ruang komersial, dan media digital.
Sementara itu, Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung menyebut bahwa efisiensi subsidi tidak serta-merta berarti tarif langsung dinaikkan.
“Memang subsidi per orang cukup besar, hampir Rp15 ribu. Namun, bukan berarti harga tiket otomatis naik,” ungkapnya.
Ia menambahkan bahwa langkah efisiensi ini perlu dilakukan karena penurunan dana transfer dari pemerintah pusat menyebabkan proyeksi APBD DKI 2025 menyusut dari Rp95,35 triliun menjadi Rp79,03 triliun.
Meski rencana tarif Transjakarta diprediksi naik belum final, sejumlah pihak menilai bahwa kebijakan ini harus memperhatikan daya beli masyarakat.
Apalagi, Transjakarta menjadi moda transportasi favorit dengan volume penumpang lebih dari satu juta per hari.
Pemerintah diharapkan tetap menjaga keseimbangan antara keberlanjutan operasional dan keterjangkauan tarif.