Follow WhatsApp Channel Haijakarta.id
Follow

HAIJAKARTA.ID – Penyanyi sekaligus dokter Teuku Adifitrian atau yang akrab dikenal sebagai Tompi resmi putuskan keluar dari WAMI.

Pihaknya mengatakan sudah lama merasa tidak puas dengan kinerja Lembaga Manajemen Kolektif (LMK) dalam pendistribusian royalti musik.

Tompi Resmi Putuskan Keluar dari WAMI Gegara Kecewa

Keputusan tersebut ia ambil lantaran menilai sistem yang berjalan saat ini tidak transparan dan kerap menimbulkan masalah.

“Sejak kemarin saya sudah meminta manajer saya, @natalia_281, untuk mengurus penghentian keanggotaan saya di WAMI,” tulis Tompi melalui akun media sosialnya pada Selasa (12/8/2025).

Lebih jauh, ia juga mengizinkan publik menyanyikan karya-karyanya tanpa perlu membayar royalti untuk sementara waktu.

“Silakan siapa saja membawakan lagu-lagu saya di panggung konser, kafe, atau acara lainnya.

Saya tidak akan mengambil apapun sampai ada pemberitahuan selanjutnya,” imbuhnya.

Alasan Tompi Mundur dari WAMI

Pelantun lagu Sedari Dulu itu mengungkapkan, rasa kecewanya terhadap LMK sudah berlangsung cukup lama.

Bersama mendiang Glenn Fredly, ia kerap mempertanyakan mekanisme pembagian royalti yang dianggapnya janggal.

“Penjelasan yang saya terima sulit diterima logika, dan seiring waktu justru semakin membingungkan,” ujarnya.

Isu transparansi penyaluran royalti memang telah lama menjadi sorotan di industri musik Tanah Air.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, setiap pihak yang memanfaatkan lagu untuk kepentingan komersial wajib membayar royalti melalui LMK Nasional (LMKN) atau LMK terkait.

Namun, sejumlah musisi menilai sistem yang ada masih belum optimal, bahkan cenderung lambat, sehingga menimbulkan keraguan di kalangan pencipta lagu.

Apa itu LMK?

Lembaga Manajemen Kolektif (LMK) merupakan badan hukum nirlaba yang diberi kuasa oleh pencipta atau pemegang hak cipta untuk mengelola hak ekonomi mereka, termasuk menghimpun dan mendistribusikan royalti.

LMK berfungsi sebagai penghubung antara pencipta karya dengan pihak pengguna, sekaligus mengawasi penggunaan karya cipta, memberikan lisensi, hingga menetapkan tarif royalti melalui negosiasi.

Keberadaan LMK diatur dalam UU Hak Cipta dan Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2021.

Fungsinya dinilai vital untuk menjaga keseimbangan antara hak ekonomi pencipta dan kemudahan akses bagi pengguna karya.

Meski begitu, sejumlah musisi seperti Tompi menilai perlu adanya reformasi mekanisme, termasuk penerapan teknologi real-time agar pembayaran royalti bisa lebih cepat dan transparan.