Follow WhatsApp Channel Haijakarta.id
Follow

HAIJAKARTA.ID – Perdebatan di media sosial kembali memanas setelah muncul usulan anggota dewan harus S2 disertai syarat tambahan seperti skor TOEFL minimal 500 hingga kemampuan public speaking yang baik.

Cuitan tersebut viral di linimasa Threads sejak Minggu (24/8/2025), dan langsung menuai pro dan kontra dari warganet.

Sebagian mendukung aturan itu agar pejabat publik memiliki kualitas akademis yang lebih baik.

Namun, tak sedikit yang menilai wacana tersebut diskriminatif, karena keterwakilan politik tidak selalu ditentukan oleh gelar pendidikan tinggi.

Pandangan Pengamat Soal Usulan Anggota Dewan Harus S2

Pengamat politik Universitas Diponegoro, Nur Hidayat Sardini, menilai bahwa usulan anggota dewan harus S2 dan wajib memiliki skor TOEFL 500 tidak sejalan dengan konsep representativitas dalam demokrasi.

“Memang ada syarat minimal, seperti ijazah. Tapi yang paling penting adalah sejauh mana keterwakilan politik itu berjalan.

Syarat akademis tidak serta-merta mencerminkan kapasitas wakil rakyat,” jelas Nur, Selasa (26/8/2025).

Menurutnya, keterwakilan lebih menekankan pada kapasitas menyuarakan aspirasi masyarakat, bukan hanya sekadar latar belakang pendidikan.

Ia menambahkan bahwa kualitas wakil rakyat juga dipengaruhi partai politik pengusung dan kapasitas pemilih dalam menentukan pilihan.

Kapasitas dan Integritas Jadi Kunci

Nur menekankan bahwa kapasitas serta integritas harus menjadi ukuran utama wakil rakyat.

Kapasitas terlihat dari bagaimana mereka menyerap aspirasi masyarakat dan mengimplementasikannya dalam kebijakan.

Sementara integritas, kata dia, bisa diuji dari hal-hal sederhana, seperti kejujuran dalam ijazah hingga sikap dalam forum resmi.

Ia menilai publik juga punya peran penting dalam mengoreksi wakil rakyat dengan cara tidak memilih mereka kembali apabila dianggap tidak pantas.