Viral! Pria Asal Sudan Menikahi Gadis Sulsel, Ijab Kabul Pakai Bahasa Arab Begini Ceritanya
HAIJAKARTA.ID – Pria asal Sudan menikahi gadis Sulsel viral dimedia sosial, pasangan tersebut adalah Alifah Waliadin dan Malik Maluil-Kuel Jok.
Proses pernikahan mereka digelar pada hari Sabtu, (20/12/2025) dengan mahar 2 gram emas dan hijab kabul mengggunakan bahasa arab.
Video pernikahan tersebut viral di media sosial, terutama perawakan pria asal Sudan tersebut yang menjadi perhatian.
Sosok Malik yang berasal dari Sudan Selatan tersebut memiliki perawakan tinggi dan besar.
Pria dengan usia 29 tahun memiliki tinggi badan mencapai 2,8 meter.
Senebtara itu, Alifah merupakan anak ke 3 dari 5 bersaudara dan perempuan satu-satunya, ia juga menjelaskan jika pernikahannya dengan Malik telah melalui komunikasi yang panjang.
Diketahui komunikasi antar keluarga terjalin sejak 3 bulan terakhir, sejak komunikasi tersebut akhirnya ditetapkan tanggal akad nikah Alifah dan Malik.
Proses pernikahan berjalan sesuai adat dan syariat islam, ia menilai bahwa adat dan beragama tidak pernah bertentangan dalam prosesi pernikahan tersebut.
Alifah diketahui fasih dalam berkomunikasi menggunakan bahasa Arab dan sedikit mahir bahasa Inggris, sementara Malik sang suami bahasa Arab.
Pernikahan lintas negara dan budaya tersebut, dilakukan dengan hijab kabul menggunakan bahasa arab.
Pernyataan KUA
Kepala Kantor Urusan Agama (KUA) Bua Ponrang, Arifing mengatakan bahwa penggunaaan bahasa Arab dalam ijab kabul dilakukan karena mempelai laki-laki fasih berbahasa tersebut.
“Ijab kabul, memakai bahasa arab, karena mempelai laki-laki fasih bahasa arab,” ucap Arifing.
Arifing memhatakan, jika pihaknya pertama kali menerima informasi pernikahan Alifah dan Malik tersebut pada awal OKtober 2025.
“Bahwa ada warga negara asing yang menikah Dusun Salumakarta, Kelurahan Noling, Kecamatan Bua Ponrang, Kabupaten Luwu, pada tanggal 6 Oktober 2025, keluarga calon mempelai perempuan menelpon ke saya, bahwa ada saudaranya mau menikah dengan orang luar negeri,” jelas Arifing.
Setelah komunikasi awal tersebut, keluarga calon mempelai perempuan kemudian mendatangi KUA unutuk mendaftarkan rencana pernikahan tersebut secara resmi.
“Jadi selanjutnya tanggal 16 Desember itu, pihak calon perempuan datang untuk mendaftar. Kita periksa berkas-berkasnya terpenuhi, ada passport, akta kelahiran, dan persetujuan dari kedutaan,” tutur Arifing.
Diketahui, jika calon mempelai lelaki baru tiba di Kabupaten Luwu sehari sebelum akad nikah.
Hal tersebut dikarenakan calon mempelai lelaki harus menyelesaikan sejumlah urusan administrasu di beberapa wilayah.
“Kemudian pada tanggal 19 Desember, calon mempelai laki-laki datamg ke Luwu. dalam perjalanan itu, ada yang dia urus di kedutaan di Jakarta, kemudian di Makassar ada dua minggu, kemudian ke Bua, terus ke Bupon,” jelasnya.
Arifing menjelaskan, jika akad nikah berlangsung pada tanggal 20 Desember dengan memenuhi syarat.
“Tanggal 20 Desember, dilangsungkan akad nikah, terspenuhi syarat-syaratnya. Ada wali, saksi, dan ijab kabul. dan maharnya dua gram emas,” ujar Arifing.
Ia juga mengatakan jika pernikahan tersebut tidak ada kendala administrasi, namun hanya soal waktu saja.
“Kendala administrasi tidak ada, kemungkinan hanya persoalan waktu saja. Karena mereka butuh proses untuk mengurus di kedutaan. Kemudian ada lagi, data orang tua mempelai laki-laki, karena mereka sangat privasi buat mereka. Tapi akhirnya tetap dikasih, untuk kartu identitas,” tuturnya.
Sebagai kepala KUA ia juga memberikan pesan kepada pasangan tersebut, karena yang mereka jalanin melibatkan perbedaan latar budaya dan negara.
“Pesan yang kami sampaikan, karena ini pernikahan lintas negara dan budaya. Karena dalam menjalin rumah tangga itu, sangat terpengaruhi dari budaya,” ucapnya.
Karena pernikahan beda negara dan budaya tersebut, kemungkinan akan ada budaya-budaya yang kurang pas dengan kiya.
“Karena mungkin ada budaya-budaya yang tidak pas buat kita, bagaimana kita sebagai seorang pasangan suami-istri, bisa memahami budaya masing-masing,” jelasnya.
Dalam prosesi adat, penyesuaian juga dilakukan mengingat mempelai laki-laki datang tanpa keluarga besar.
“Dalam prosesi adat, karena Malik datang sendiri, kemarin yang saya lihat, biasa beda penerimaan tamu dan laki-lakinya. Jadi tinggal menyesuaikan saja,” akunya.
Arifing menambahkan, pernikahan lintas negara di wilayah Bua Ponrang bukan kali pertama terjadi.
“Pernikahan beda negara, selama saya ingat, sudah ada dua. Tahun kemarin itu pernah satu pasangan dari Cina,” tutupnya.
