sosmed-whatsapp-green Follow WhatsApp Channel Haijakarta.id
Follow

HAIJAKARTA.ID – Puluhan warga Perumahan Bumi Kahuripan Indah (BKI), Sukatani, Kabupaten Bekasi, kembali menyuarakan kekecewaan terhadap layanan PDAM Tirta Bhagasasi.

Mereka melakukan aksi protes dengan cara membentangkan spanduk dan berkeliling kompleks perumahan, lantaran kesulitan air bersih selama tiga bulan terakhir.

Protes Warga Bekasi Kesulitan Air Bersih

Rio Harmonis (32), salah satu warga yang ikut aksi, mengungkapkan keresahan yang telah dirasakan selama berbulan-bulan.

“Kondisi ini sudah sangat menyulitkan. Air kadang muncul sebentar, lalu hilang lagi. Pernah seminggu penuh kami tidak mendapatkan air sama sekali,” kata Rio di lokasi protes, Senin (9/6/2025).

Menurutnya, masalah ini bukan hal baru. “Kami merasa diabaikan. PDAM seolah-olah tidak peduli. Ini sudah berjalan selama tiga bulan,” tegasnya.

Beli Air Galon Setiap Hari demi Bisa Mandi dan Masak

Sebanyak 1.900 warga terdampak akibat gangguan pasokan air ini. Mereka kini harus membeli air galon setiap hari untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti mandi, memasak, dan mencuci. Biaya yang harus mereka keluarkan pun tidak sedikit.

“Kita bisa habis sampai Rp 60.000 per hari hanya untuk beli air galon. Kalau tidak beli, ya terpaksa minta ke tetangga yang punya sumur bor. Tapi kan tidak enak juga terus-terusan meminta,” tambah Rio.

Tagihan Membengkak, Air Tak Mengalir

Ironisnya, meski air tidak mengalir, tagihan air dari PDAM tetap berjalan bahkan semakin besar. Beberapa warga mengaku tagihan melonjak drastis selama masa gangguan.

“Tagihan saya bisa sampai Rp 300.000-Rp 500.000 padahal tidak ada air yang mengalir. Kita bingung, kilometer terus jalan tapi tidak ada air yang keluar,” keluh Rio.

Rio dan warga lain meminta PDAM Tirta Bhagasasi segera mencari solusi konkret.

“Kami harap mereka membuatkan penampungan air besar untuk wilayah kami. Jadi kalau ada pasokan air, bisa ditampung dulu. Jangan sampai kejadian ini terus terulang,” tegasnya.

Rismala (32), warga lainnya, mengaku harus mengungsi ke rumah saudaranya di Jakarta karena tidak tahan hidup tanpa air.

“Daripada anak-anak tidak bisa mandi dan mencuci pakaian menumpuk, saya putuskan tinggal sementara di rumah keluarga,” ungkapnya.