5 Anggota DPR Dinonaktifkan, Apa Artinya dan Tetap Terima Gaji? Ini Penjelasannya

HAIJAKARTA.ID – Sebanyak 5 anggota DPR dinonaktifkan olah partai politiknya (parpol), lalu apa arti dinonaktifkan?
Mereka dinonaktifkan buntut pernyataan yang dinilai kontroversial hingga melukai hati rakyat.
Kelima anggota DPR yang dinonaktifkan, yakni Ahmad Sahroni, Nafa Urbach, Eko Hendro Purnomo (Eko Patrio), Surya Utama (Uya Kuya), dan Adies Kadir.
NasDem menjadi parpol pertama yang melakukan langkah penonaktifan kadernya sebagai anggota dewan, yakni Wakil Ketua Komisi III DPR RI Ahmad Sahroni dan anggota Komisi IX DRP Nafa Urbach.
Keputusannya ditandatangani langsung oleh Ketua Umum Surya Paloh dan Sekjen Partai NasDem Hermawi Taslim.
Kemudian, Partai Amanat Nasional (PAN) juga melakukan hal serupa.
Wakil Ketua Komisi VI DPR RI yang juga Sekjen PAN Eko Patrio dan anggota Komisi IX DPR RI Uya Kuya turut dinonaktifkan.
Menyusul dua partai lainnya, Golkar juga mengambil langkah tegas terhadap Wakil Ketua DPR RI Adies Kadir dari posisinya.
Adies Kadir dinonaktifkan buntut pernyataan soal tunjangan DPR RI yang belakangan viral.
Kelima anggota DPR RI tersebut resmi dinonaktifkan per 1 September 2025.
Makna Nonaktifkan Anggota DPR
Mengacu UU Nomor 17 Tahun 2014 tentang MD3 yang telah diubah melalui UU No 13 Tahun 2019, sebenarnya tidak ada ketentuan penonaktifan anggota DPR.
Berdasarkan UU tersebut, pemberhentian status anggota DPR hanya melalui tiga hal:
- Pemberhentian antarwaktu
- Penggantian antarwaktu
- Pemberhentian sementara
Anggota DPR berhenti antarwaktu dikarenakan:
- Meninggal dunia
- Mengundurkan diri
- Diberhentikan
Untuk penggantian antawaktu merupakan keputusan masing-masing partai.
Sedangkan, anggota DPR yang diberhentikan sementara dikarenakan:
- Menjadi terdakwa dalam perkara tindak pidana umum yang diancam dengan pidana penjara paling singkat 5 tahun
- Menjadi terdakwa dalam perkara tindak pidana khusus
Dosen Hukum Tata Negara Universitas Indonesia (UI) Titi Anggraini mengatakan istilah nonaktif anggota DPR tidak dikenal dalam UU MD3.
Upaya parpol dalam menonaktifkan kadernya di DPR hanya kebijakan internal semata.
“Bukan mekanisme hukum yang berdampak langsung pada status keanggotaan parlemen,” kata Titi kepada wartawan pada Minggu, 31 Agustus 2025.
Sehingga, meski dinonaktifkan oleh partainya, kelima anggota DPR RI itu tetap sah sebagai anggota dewan dengan seluruh hak dan kewajibannya.
Sementara itu, Ketua Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR RI Nazaruddin Dek Gam meminta para ketua umum parpol bersikap tegas terhadap kader mereka yang bermasalah di parlemen.
Nazaruddin menegaskan penonaktifan kelima anggota DPR ini penting untuk menjaga marwah lembaga legislatif.
“Kami minta ketua umum parpol untuk menonaktifkan anggota DPR yang bermasalah. Kalau sudah dinonaktifkan, artinya mereka tidak bisa lagi beraktivitas sebagai anggota DPR,” kata Nazaruddin kepada wartawan pada Minggu, 31 Agustus 2025.
Menurutnya, status nonaktif bukan sekadar simbolik, para anggota yang dinonatifkan tidak akan mendapat fasilitas lagi.
“Dengan dinonaktifkan, otomatis mereka juga tidak bisa mendapatkan fasilitas ataupun tunjangan sebagai anggota DPR RI,” ucapnya.
“Kalau tidak ada langkah dari parpol, masyarakat bisa menilai DPR ini lembaga yang tidak serius menjaga kehormatannya,” sambungnya.