sosmed-whatsapp-green Follow WhatsApp Channel Haijakarta.id
Follow

HAIJAKARTA.ID- Aturan baru asuransi kesehatan dari OJK mulai 1 januari 2026, harus tanggung biaya klaim sendiri?

Masyarakat Indonesia yang menggunakan layanan asuransi kesehatan komersial akan menghadapi sistem baru yang ditetapkan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Dalam kebijakan tersebut, peserta asuransi diwajibkan untuk menanggung sendiri sebagian biaya pengobatan yang mereka klaim.

Artinya, tidak semua biaya akan ditanggung sepenuhnya oleh pihak perusahaan asuransi sebagaimana yang selama ini berlaku.

Kebijakan ini secara resmi tertuang dalam Surat Edaran OJK Nomor 7/SEOJK.05/2025, yang diterbitkan sebagai bentuk respons terhadap meningkatnya biaya kesehatan secara global akibat inflasi medis.

OJK melihat bahwa bila tidak ada langkah pengendalian, maka biaya perawatan akan makin tak terjangkau bagi masyarakat luas dan premi asuransi akan terus meningkat secara drastis.

Namun penting untuk dicatat, bahwa kebijakan ini hanya berlaku untuk asuransi kesehatan komersial yang disediakan oleh perusahaan asuransi swasta.

Program asuransi milik pemerintah seperti Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang dikelola oleh BPJS Kesehatan tidak terkena dampak dari aturan ini.

Peserta BPJS tetap mengikuti ketentuan yang berlaku sesuai program pemerintah.

Apa Itu Co-Payment dan Bagaimana Cara Kerjanya?

Salah satu poin inti dari kebijakan baru ini adalah penerapan skema co-payment. Istilah co-payment merujuk pada sistem di mana peserta asuransi turut membayar sebagian dari biaya layanan kesehatan yang mereka ajukan melalui klaim asuransi.

Tujuannya adalah agar peserta memiliki rasa tanggung jawab dalam pemanfaatan layanan, dan tidak sembarangan dalam mengklaim biaya perawatan.

Berdasarkan aturan ini, peserta asuransi diwajibkan untuk membayar minimal 10 persen dari total nilai klaim.

Namun, OJK menetapkan batas maksimum pembayaran agar beban finansial peserta tetap dalam kendali:

  • Untuk layanan rawat jalan, peserta paling banyak membayar Rp300.000 per klaim.
  • Untuk layanan rawat inap, batas pembayaran dari kantong sendiri maksimal Rp3.000.000 per klaim.

Sebagai contoh, jika peserta mengajukan klaim untuk rawat inap dengan total biaya Rp25 juta,

Maka meskipun 10 persen dari jumlah itu adalah Rp2,5 juta, peserta tetap harus membayar maksimal Rp3 juta karena batas maksimum co-payment sudah ditentukan.

Aturan ini diterapkan agar tidak terjadi pembengkakan biaya dan peserta tetap mendapat perlindungan optimal tanpa beban berlebih.

Tujuan Utama Penerapan Co-Payment

Penerapan sistem co-payment oleh OJK memiliki dua tujuan utama. Pertama, untuk mendorong peserta agar lebih bijak dan selektif dalam menggunakan fasilitas kesehatan.

Kedua, agar premi asuransi kesehatan komersial tetap berada dalam batas yang wajar dan tidak melonjak tinggi.

Menurut para analis dari sektor asuransi, jika semua peserta terus-menerus mengklaim biaya layanan tanpa kontribusi pribadi, maka perusahaan asuransi akan menanggung beban yang sangat besar.

Ujung-ujungnya, premi akan naik dan akan menyulitkan masyarakat untuk membeli polis baru atau memperpanjang yang lama.

Dorongan Sinergi dengan BPJS Kesehatan

Selain pengaturan biaya co-payment, OJK juga menyarankan adanya peningkatan koordinasi antara sistem asuransi swasta dan program JKN.

Konsep yang disebut sebagai Coordination of Benefit ini bertujuan agar peserta yang memiliki dua perlindungan asuransi swasta dan BPJS – bisa mendapatkan manfaat maksimal tanpa tumpang tindih.

Dengan sistem koordinasi yang baik, proses pembayaran klaim akan lebih tertib dan transparan, serta menghindari pemborosan dalam penggunaan layanan kesehatan.

Standar Baru untuk Perusahaan Asuransi

Untuk menunjang keberhasilan penerapan kebijakan ini, perusahaan asuransi juga diminta meningkatkan kualitas pelayanan.

Beberapa ketentuan penting yang wajib dipenuhi antara lain:

  • Menyediakan tenaga ahli seperti dokter atau profesional medis yang mampu melakukan penilaian terhadap tindakan medis yang diklaim.
  • Membentuk Dewan Penasihat Medis (Medical Advisory Board) sebagai badan yang memberikan pertimbangan ilmiah dalam evaluasi klaim.
  • Mengembangkan sistem digital yang terintegrasi dengan fasilitas pelayanan kesehatan, agar data dapat diproses dengan lebih efisien, cepat, dan akurat.

Semua langkah ini menjadi bagian dari sistem penilaian yang disebut Utilization Review, yaitu proses mengevaluasi apakah tindakan medis yang diberikan memang sesuai dan layak ditanggung oleh asuransi.