sosmed-whatsapp-green Follow WhatsApp Channel Haijakarta.id
Follow

HAIJAKARTA.ID – Nahdlatul Ulama (NU) memiliki struktur kepengurusan yang khas dibanding banyak organisasi di Indonesia. Sistem ini dibangun dari tradisi keilmuan para kiai, nilai musyawarah, serta sejarah panjang perkembangan organisasi ulama Nusantara. Karena itu, istilah seperti Rais Aam, Katib Aam, Mustasyar hingga Tanfidziyah kerap menimbulkan pertanyaan bagi masyarakat yang belum familiar.

Struktur NU sendiri terbagi ke dua unsur utama: Syuriyah dan Tanfidziyah. Syuriyah memegang otoritas keagamaan, sedangkan Tanfidziyah mengelola aspek eksekutif organisasi. Keduanya menjadi pilar yang menjaga NU tetap seimbang antara tradisi keulamaan dan dinamika organisasi modern.

Rais Aam: Pimpinan Tertinggi Syuriyah

Rais Aam merupakan jabatan tertinggi dalam Syuriyah dan menjadi penentu arah keagamaan NU. Tugasnya menjaga kemurnian manhaj Ahlussunnah wal Jamaah An-Nahdliyah serta memastikan keputusan keagamaan berlandaskan tradisi keilmuan yang kuat.

Pemilihan Rais Aam tidak dilakukan melalui voting terbuka, melainkan melalui mekanisme AHWA (Ahlul Halli wal Aqdi)—sebuah dewan berisi kiai sepuh yang ditunjuk peserta Muktamar. Dewan ini bermusyawarah untuk menentukan sosok yang paling layak memimpin Syuriyah. Mekanisme tersebut bertujuan menghindarkan pemilihan Rais Aam dari kontestasi politik yang berlebihan.

Wakil Rais Aam dan Katib Aam

Mendampingi Rais Aam terdapat Wakil Rais Aam yang berperan menjaga kesinambungan tugas keulamaan. Dalam unsur administrasi, Katib Aam bertugas menyusun dokumen keputusan Syuriyah, mencatat hasil bahtsul masail, serta memastikan komunikasi dengan unsur Tanfidziyah berjalan baik. Jabatan Katib Aam didukung oleh Wakil Katib Aam yang memperkuat pengelolaan administratif Syuriyah.

Mustasyar dan A’wan: Penopang Keulamaan

NU juga memiliki Mustasyar, yaitu dewan penasihat berisi kiai sepuh yang memberikan nasihat strategis bagi PBNU. Selain itu, terdapat A’wan yang membantu pelaksanaan tugas keulamaan Syuriyah, termasuk dalam bahtsul masail dan konsultasi hukum Islam.

Ketua Umum Tanfidziyah: Pemimpin Eksekutif NU

Di unsur eksekutif, terdapat Ketua Umum Tanfidziyah atau Ketua Umum PBNU. Jabatan ini mengelola organisasi secara operasional, mulai dari program kerja nasional, hubungan antarlembaga, hingga peran publik NU dalam berbagai isu strategis. Berbeda dengan Rais Aam, Ketua Umum dipilih melalui pemungutan suara oleh peserta Muktamar.

Ketua Umum didampingi Wakil Ketua Umum yang menangani bidang-bidang strategis seperti pendidikan, sosial, ekonomi, dan pemberdayaan masyarakat.

Sekretaris Jenderal dan Bendahara Umum

Sekretaris Jenderal menjadi motor administrasi organisasi, memastikan koordinasi antarwilayah berjalan efektif. Dalam urusan keuangan, Bendahara Umum bertanggung jawab mengelola arus dana PBNU, dibantu oleh Wakil Bendahara Umum untuk memastikan transparansi keuangan.

Lembaga dan Badan Otonom NU

Selain dua struktur inti tersebut, NU memiliki sejumlah lembaga dan badan otonom (banom) yang melaksanakan program-program tematik, mulai dari pendidikan, sosial, ekonomi, hingga pemberdayaan kader.

Beberapa lembaga penting NU antara lain:

  • Lembaga Bahtsul Masail (LBM)
  • Lembaga Ta’lif wan Nasyr (LTN NU)
  • Lakpesdam NU
  • Lembaga Pendidikan Ma’arif
  • Lazisnu

Sementara Badan Otonom NU meliputi

  • GP Ansor
  • Banser
  • Fatayat NU
  • Muslimat NU
  • IPNU–IPPNU
  • ISNU
  • Pagar Nusa.

Banom mengelola kaderisasi berdasarkan usia atau profesi tertentu, sedangkan lembaga menangani program teknis secara nasional.

Banyak istilah dalam struktur NU sering disalahpahami oleh masyarakat yang tidak akrab dengan tradisi organisasi tersebut. Dengan memahami fungsi masing-masing jabatan, publik dapat mengetahui cara kerja organisasi, melihat alur pengambilan keputusan, serta memahami peran NU sebagai organisasi keagamaan dan sosial terbesar di Indonesia.

Penjelasan yang benar penting untuk menghindari kesalahpahaman dan memperkaya pemahaman publik terhadap tradisi keilmuan para kiai yang menjadi fondasi gerak organisasi.